Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan
di Jenjang PT
Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang
berlangsung sejak tahun 1945 secara tak terduga berakhir pada tahun 1991. Hal
ini ditandai dengan beberapa momentum yang terjadi di negara-negara eks-komunis
seperti digulingkannya diktator-diktator di Romania, Hungaria, dan Bulgaria,
dirobohkannya Tembok Berlin, dan yang paling menentukan adalah runtuhnya Uni
Soviet, negara sentral komunisme, pada tahun 1991.
Perang Dingin yang berlangsung selama beberapa dekade telah
memanaskan suhu dunia dan menciptakan sebuah medan pertempuran politis,
ideologis, kultural, dan militeristik. Namun setelah perang tersebut berakhir,
dunia seolah mengalami kevakuman. Kemunculam Amerika Serikat sebagai
satu-satunya negara adikuasa yang selama Perang Dingin yang mempromosikan
liberalisme dan kapitalisme secara psikologis menempatkannya sebagai
satu-satunya yang dapat mengatur dunia tanpa perlawanan dari negara manapun.
Pasca Perang Dingin, Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya dengan gencar
mengampanyekan demokrasi, penegakan HAM, dan sistem pasar bebas ke
negara-negara eks-komunis dan Dunia Ketiga, sebagai ‘pengisi kevakuman’ pasca
Perang Dingin.
Namun pada praktiknya, kampanye tersebut menimbulkan
ketidakpuasan dari masyarakat internasional manakala Amerika Serikat memaksakan
kehendaknya sendiri dan menerapkan standar ganda. Hal ini dapat dengan mudah
kita lihat pada perlakuannya terhadap Israel, Irak, Iran, dan Korea Utara.
Isu-isu globalisasi yang mencakup HAM, demokrasi, liberalisasi, perdamaian
dunia, dan lingkungan hidup kerap kali digunakan untuk menyudutkan dan
mendiskreditkan bangsa dan negara lain.
Dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, globalisasi
yang didengungkan negara-negara maju secara langsung maupun tidak langsung
banyak berpengaruh pada tatanan sosial, politik, dan budaya bangsa lain
termasuk Indonesia dan jelas akan berpengaruh pada kondisi spiritual bangsa.
Untuk Indonesia, saat ini bangsa dan negara setidaknya
dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain: pertama, tantangan dan mainstream globalisasi; kedua, permasalahan-permasalahan internal
seperti korupsi, destabilisasi, separatisme, disintegrasi, dan terorisme; dan ketiga, penjagaan agar ‘roh’ dan semangat
reformasi tetap berjalan pada relnya (on the right track).
Permasalahan pertama dan kedua lebih didominasi oleh
eksekutif dan legislatif sementara permasalahan ketiga hendaknya dijawab oleh
setiap elemen masyarakat. Pemberdayaan elemen masyarakat, khususnya elemen civitas
academica, dapat
dilakukan dengan pengajaran civic education
atau Pendidikan Kewarganegaraan. Pengajaran tersebut diharapkan dapat
membangkitkan dan meningkatkan kesadaran siswa dan mahasiswa akan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi bangsa dan negara. Implementasi dari kesadaran tersebut dapat
dilihat dari kontribusi dan partisipasi aktif mereka dalam usaha meningkatkan
kualitas kehidupan sosial, politik, dan budaya bangsa dan negara secara
keseluruhan.
Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di
negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter
individu), kepentingan komunal, identitas nasional, dan perspektif
internasional. Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di
Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung
jawab individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar.
Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang
pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi
Pendidikan Kewarganegaraan digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi
Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian).
Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain:
a. agar mahasiswa mampu menjadi
warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai
demokrasi dan HAM.
b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi
dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara
cerdas dan damai.
c. agar mahasiswa memilik kepedulian
dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikaN konflik di masyarakat dengan
dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal.
d. agar mahasiwa mampu berpikir
kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi.
e. agar mahasiswa mampu memebrikan
kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik.
f. agar mahasiswa mampu meletakkan
nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).
sumber: http://yogaslavianarmy.wordpress.com/2008/05/04/urgensi-pendidikan-kewarganegaraan-di-jenjang-perguruan-tinggi/
No comments:
Post a Comment