sistem yang terbaik buat bangsa Indonesia adalah sistem yang digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri yaitu sistem yang sudah sejak Indonesia merdeka tercantum dalam preambul UUD ’45 yang masih sah berlaku sampai saat ini yaitu dasar negara Pancasila atau suatu sistem yang mengacu pada konsep dasar negara Pancasila.
Jadi yang dimaksud dengan Indonesia memerlukan perombakan struktural dan sistemik dari segi sistemnya adalah suatu perombakan agar kembali secara sistemik kepada konsep dasar-dasar bernegara kepada sistem dasar negara Pancasila. Saat ini tata negara bangsa Indonesia mengacu pada konsep demokrasi liberal dan tata ekonominya sangat kapitalistik yang sangat tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu hasilnya nihil bagi kemajuan bangsa Indonesia. Malahan bangsa Indonesia terpuruk dalam suatu sistem politik dan ekonomi yang sangat korup. Bahkan penggerak utama kegiatan bangsa Indonesia atau motivator utama aktifitas bangsa Indonesia adalah kegiatan korupsi di berbagai bidang kehidupan.
Sedangkan strukturalnya adalah manusia Indonesia. Seperti asal kata struktur berarti kerangka, sebagai contoh kalau kita mau membangun suatu bangunan kita akan membangun struktur bangunan dengan pilar-pilar tiang yang kokoh diatas pondasi. Pondasi adalah sistemnya, sedangkan pilar-pilar adalah strukturnya, dua-duanya sangat penting. Pilar-pilar ini kalau berkatian dengan kegiatan bernegara bangsa Indonesia adalah orang-orangnya.
Tanpa ada orang-orang yang menopang kegiatan bangsa ini yang punya karakter dan integritas yang tinggi, tidak akan mungkin bisa menumbuhkan bangsa Indonesia yang punya karakter dan integritas. Kalau dalam istilah pewayangan menjadi negara yang panjang punjung, panjang berarti punya pengaruh yang luas (bahkan terhadap negara yang jaraknya panjang atau jauh sekalipun), sedangkan punjung berarti disanjung atau dikagumi oleh bangsa lain. Pada saat ini, menurut PERC (Political and Economic Risk Consultancy), Indonesia sebagai negara yang terkorup di Asia dan perangkat sistem birokrasi no. 2 terburuk di Asia, mana bisa kita bangga dengan negara kita saat ini. Mana mungkin kita menyebut negara kita negara yang panjang punjung?
Mohon dibedakan antara cinta pada negara dengan cinta pada tanah air Indonesia. Dikarenakan kita cinta dengan tanah air Indonesia, kita secara terus menerus harus menata tanah air Indonesia agar bisa menjadi negara yang kita inginkan bersama yaitu suatu negara yang panjang punjung pasir wukir loh jinawi tata titi tentrem gemah ripah karta raharja atau singkatnya negara yang adil, makmur, dan sejahtera. Kalau dalam preambul UUD’45 disebutkan sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sistem dan struktur adalah dua hal yang mendasar yang harus dipunyai oleh suatu negara agar bisa mencapai yang dicita-citakan yang seperti tercantum dalam preambul konstitusinya. Sistem yang baik kalau tidak dijalankan dengan struktur yang kuat, tidak akan membawa hasil. Oleh karena itu struktural dan sistemik kedua-duanya harus dijalankan secara bersama-sama. Kalau belum mencapai hasil, harus diadakan perubahan agar bisa mecapai hasil yang diinginkan.
Seperti yang saya kemukakan pada sesi (5) sebagai analogi didunia pewayangan bahwa bukan suatu analogi yang tepat dengan mengatakan suatu negara harus mengikuti sebagai contoh adalah suatu negara seperti Amartapura, Hastinapura, Alengkadiraja, atau Ayodya. Karena yang tercela adalah Hastinapura pada saat dipimpin oleh Duryudana tidak pada waktu dipimpin oleh Panduwinata, ataupun Parikesit begitu juga Alengkadiraja pada saat dipimpin oleh Rahwana tidak pada saat dipimpin Prabu Somali, ataupun Gunawan Wibisana.
Dunia pewayangan justru menekankan peranan struktur lebih penting dari sistem. Sistem negara feodal (kerajaan) akan menjadi baik selama rajanya baik (ini sejalan dengan pendapat Plato (427SM – 347SM) bahwa sebetulnya sistem negara yang terbaik bukan demokrasi seperti yang dikemukakan dalam bukunya Dialog tapi sistem kerajaan asal rajanya baik).
Raja atau manusianya (sumber daya manusia) adalah bagian struktur yang paling penting untuk suatu sistem berjalan dengan baik. Persyaratan lain untuk sumber daya manusia ini dikaitkan dengan moralitas atau etika berbudi pekerti luhur.
Sistem yang sebaik apapun kalau dijalankan oleh orang-orang yang bermoral rendah, Orang-orang ini pasti akan mencari peluang dari kelemahan sistem untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Jadi pengalaman bangsa Indonesia yang telah merdeka hampir 66 tahun berganti-ganti sistem, sebetulnya suatu pengalaman yang sia-sia dan membuang waktu berharga dan tidak mencapai hasil yang diinginkan bersama.
Kenapa kita tidak kembali saja pada sistem yang semula sudah dipikirtkan masak-masak oleh “founding father” kita, yang penting fokus pada sumber daya manusia, terutama bagaimana membentuk sumber manusia Indonesia yang bermoral dan berintegritas tinggi. Selama ini tidak dilaksanakan, impian bangsa Indonesia untuk membuat negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mungkin hanya tetap impian yang tidak pernah bisa terwujud.
Sebetulnya preambul UUD’45 sudah sangat lengkap dengan mengatakan keinginannya membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (manifestasi dari konsep moralitas Jawa: mamayu hayuning bawana).
Jadi menurut preambul UUD’45 yang saat ini berlaku negara Republik Indonesia cuma perlu fokus pada dua hal yaitu: memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa. Kenapa kita tereret oleh pola pembangunan yang diajarkan oleh negara-negara maju dengan pola kapitalis yaitu fokus utamanya industri yang pada akhirnya karena sumber daya manusia Indonesia yang lemah larinya ke explorasi sumber daya alam yang merusak lingkungan. Jelas strategi pembangunan yang dijalankan selama ini bukan saja salah tapi juga bertentangan dengan UUD ’45 yaitu apabila dilihat dari isi preambul konstitusi.
Strategi pembangunan seharusnya hanya mengacu pada dua hal: memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa. Mencerdaskan bangsa melalui pendidikan, dan etika berbudi luhur seharusnya mendapatkan porsi utama dalam pembangunan suatu bangsa. Secara simbolik dalam dunia pewayangan diajarkan bahwa image suatu negara adalah dari perilaku para pemimpinnya. Oleh karena itu faktor utama pendidikan suatu bangsa adalah mampu menghasilkan pemimpin yang berbudi pekerti yang luhur.
Neo-kolonialisme yaitu sistem penjajahan baru, manifestasinya saat ini adalah melalui penetrasi budaya. Kita bisa melihat diri kita sendiri sebagai bangsa, betapa penyerapan terhadap budaya Barat (hampir secara menyeluruh terasa pengaruhnya dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia) atau budaya-budaya lain seperti budaya Timur Tengah (yang telah mengajarkan bangsa Indonesia menggunakan agama sebagai alat teror bagi sesama manusia lainnya) dan budaya Oriental (yang telah mengajarkan bangsa Indonesia, sistem usaha dengan cara korupsi) telah merubah pola hidup bangsa Indonesia. Dari cara perpakaian, cara membuat rumah, cara mendidik anak, cara bernegara semuanya merupakan refleksi peniruan budaya Barat, Timur Tengah dan Oriental. Jadi apakah bangsa Indonesia tidak punya budaya sendiri? Apakah budaya bangsa Indonesia asli, demikian buruknya sehingga tidak bisa dipakai bahkan oleh bangsa Indonesia dirinya sendiri?
Ini adalah suatu realitas dari ucapan dari Dr. Rajiman (salah satu pendiri Budi Utomo), yaitu: “Jika pribumi dipisahkan sepenuhnya dan secara paksa dari masa lalunya, yang akan terbentuk adalah manusia tanpa akar, tak berkelas, tersesat diantara dua peradaban”.
Apakah bangsa Indonesia akan membiarkan dirinya tersesat dalam pengaruh budaya luar dengan totalitas peniruan tanpa batas, sehingga kehilangan jati dirinya sendiri? Jawabannya adalah bahwa bangsa Indonesia harus percaya pada konsep-konsep cara bernegara, cara berbangsa dengan ciri khas bangsa Indoneia sendiri, tidak perlu meniru siapapun juga.
Justru sebaliknya kita harus mempu melakukan penetrasi budaya Indonesia kepada masyarakat dunia, bukan sebaliknya. Ini adalah makna sebenarnya negara yang panjang punjung dalam konsep bernegara bangsa Indonesia asli. Ini hanya akan bisa dicapai kalau kita kembali pada konsep kenegaraan yang tertera pada preambul UUD’45, yaitu sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila.