Pola Perlawanan Rakyat Lemah
sumber: http://mrawaelamady.blogspot.com/2012/05/pola-perlawanan-rakyat-lemah.html
Melalui tulisan ini saya ingin
menyampaikan bahwa para antropolog mencoba menagkap phenomena pelawanan
rakyat kecil terhadap kekuasaan yang sering lepas dari pengamatan para ilmuan
politik dan penguasa. Bahwa tidak ada alasan bagi rakyat kecil untuk tidak melakukan perlawanan
terhadap kekuasaan yang zalim. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gossip,
fitnah, dongeng mengapa harus menguras enerji melakukan konflik secara terbuka
Kajian ini dimulai sejak Foucault (1977, 1979, 1994) menawarkan konsep kekuasaan dan resistensi (perlawanan). Pemikiran kekuasaan dari Foucault tersebut mendapat tempat secara empirik melalui kajian James Scott (2000) Lila Abu-Lughod (1986) Peluso (2006) dan Ong (1987). Bahwa memahami kekuasaan harus dengan cara menyebar tidak hanya berbentuk otoritas semata. Begitu juga cara memahami konflik tidak lagi harus frontal bertemunya dua kekuatan secara langsung, tetapi perlawanan bisa dilakukan oleh siapa saja dalam bentuk yang bermacam-macam, baik secara simbolik maupun menghindar. Kekuasaan yang menyebar dan konflik yang semakin tidak langsung dan perlawanan yang semakin halus menjadikan resistensi semakin cultural.
Foucalut . melihat kekuasaan sebagai seluruh struktur yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi atau juga melalui paksaan dan larangan. Kekuasaan tidak datang dari atas ke bawah, tetapi menyebar di mana-mana baik pada individu, organisasi atau institusi. Kekuasaan metafisis yang dimilki seseorang akan membantu orang tersebut memaknai dirinya dan mengidentifikasi dirinya secara mandiri. Oleh karena itu, penyebaran kekuasaan tersebutlah memberi ruang kepada masyarakat yang lemah untuk melakukan resistensi dengan strategi yang dibangun pada konteks mereka sendiri.
Anwar Holif (2006) mengindetifikasi resistensi Faucoult memiliki semangat yang sesuai dengan konteks dan ciri yang beragam. Resistensi bisa berupa wujud dua gerakan strategis yang kontradiktif, yaitu melakukan pemberontakan sedangkan yang lain malah mengisolasi diri. Karena manusia sebagai subjek kekuasaan, maka setiap manusia akan melakukan resistensi terhadap kekuasaan lain, tidak mesti berhadapan langsung. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gossip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras enerji melakukan konflik secara terbuka.
Kajian ini dimulai sejak Foucault (1977, 1979, 1994) menawarkan konsep kekuasaan dan resistensi (perlawanan). Pemikiran kekuasaan dari Foucault tersebut mendapat tempat secara empirik melalui kajian James Scott (2000) Lila Abu-Lughod (1986) Peluso (2006) dan Ong (1987). Bahwa memahami kekuasaan harus dengan cara menyebar tidak hanya berbentuk otoritas semata. Begitu juga cara memahami konflik tidak lagi harus frontal bertemunya dua kekuatan secara langsung, tetapi perlawanan bisa dilakukan oleh siapa saja dalam bentuk yang bermacam-macam, baik secara simbolik maupun menghindar. Kekuasaan yang menyebar dan konflik yang semakin tidak langsung dan perlawanan yang semakin halus menjadikan resistensi semakin cultural.
Foucalut . melihat kekuasaan sebagai seluruh struktur yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi atau juga melalui paksaan dan larangan. Kekuasaan tidak datang dari atas ke bawah, tetapi menyebar di mana-mana baik pada individu, organisasi atau institusi. Kekuasaan metafisis yang dimilki seseorang akan membantu orang tersebut memaknai dirinya dan mengidentifikasi dirinya secara mandiri. Oleh karena itu, penyebaran kekuasaan tersebutlah memberi ruang kepada masyarakat yang lemah untuk melakukan resistensi dengan strategi yang dibangun pada konteks mereka sendiri.
Anwar Holif (2006) mengindetifikasi resistensi Faucoult memiliki semangat yang sesuai dengan konteks dan ciri yang beragam. Resistensi bisa berupa wujud dua gerakan strategis yang kontradiktif, yaitu melakukan pemberontakan sedangkan yang lain malah mengisolasi diri. Karena manusia sebagai subjek kekuasaan, maka setiap manusia akan melakukan resistensi terhadap kekuasaan lain, tidak mesti berhadapan langsung. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gossip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras enerji melakukan konflik secara terbuka.
Scott (2000) misalnya mencatat pola gerakan
sosial sebagai sebuah perlawanan dipandang tidak mampu mewadahai bagian
terpenting dari perlawanan kaum tani yang diekspresi melalui kerja seenaknya,
mengelabui, taat yang dibuat-buat, mencuri kecil-kecilan, pura-pura bodoh,
memfitnah, membakar rumah, menyabot dan seterusnya. Pada studi empiriknya
terhadap petani di Kampung Sedaka Malaysia, Scott mengambarkan secara detail
perlawanan kaum tani terhadap mesin permanen, dan menghindari persaingan
dengan sangat hati-hati, perorangan dan sembunyi-sembunyi.
Kajian
Lila Abu-Lughod (1986) di Mesir
menunjukkan bahwa perempuan Mesir melakukan perlawanan sehari-hari untuk
menghindari kontrol dari keluarga dan lingkungannya. Kaum perempuan menghindar
dan melakukan aksi tersembunyi melalui puisi yang bernada sindirian dan
menjalin kerjasa sama dengan sesama perempuan.
Sementara kajian Ong (1987) menemukan
bentuk perlawanan yang dilakukan perempuan pekerja pabrik di Pantai Selangor.
Perempuan pekerja pabrik yang berada dibawah kekuasaan keluarga, pemilik
pabrik, mandor, target produksi, di lawan dengan berlama-lama di taoilet,
berlama-lama sembahyang, merusak alat produksi, dan apabila memuncak mereka melampiaskan
dengan melihat hantu lalu kemasukan. Walaupun resikonya mereka akan
diberhentikan dari pabrik tersebut.
Studi
Sosiologi Sejarah yang dilakukan oleh Nancy (2006) tentang perhutanan di Jawa
menunjukkan bahwa pola-pola perlawanan masyarakat pinggir hutan jati. Mulai
dari mencuri hutan, mengeroyok rimbawan, perempuan yang telanjang mencuri jati
di sungai, dan gerakan kaum Samin yang tidur diatas tanah yang sedang diukur,
berbicara dalam teka-teki dan menolak mengikuti ritual desa.
Kajian-kajian diatas menunjukkan
kepada kita bahwa masyarakat lemah mampu melakukan perlawan dengan cara dan
konteks sosial mereka bukan hanya terhadap kekuasaan yang melemah tetapi
justeru terhadap kekuasan yang sedang kuat. Hal ini disebabkan gejala resistensi
tidak melihat kekuasaan hanya bersifat otoritas dari atas ke bawah, tetapi
kekuasaan ada pada setiap orang tinggal bagaimana mengotimalkan kekuasaan
tersebut untuk diri.
Bacaan
Abu-Lughod, Lila. 1986. Veiled Sentiments: Honor and Poetry in a Badouin Society. Berkeley, CA: University of California Press.
Anna Lowenhaupt Tsing, 1998 Penerjemah Achmad Fedyani Saifudin, Dibawah Bayang-Bayang Ratu Intan; Proses Marjinalisasi Masyarakat Terasing, Yayasan Obor Jakarta.
Foucault, Michel,(1972) Archaelogy of Knowledge, New York: Pantheon
Foucault, Michel,(1979) History of Sexuality, Vol 1: The Will to Truth, London: Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1994) Essentials Work of Michel Foucault, Vol 3: Power, London:Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1980) Power/Knowledge, Selected Interviewa & Other Writing 1972-1977, New York: Pantheon
Holid,Anwar. 2006, “Membuat Peluang Mencari Peluang: Komunitas Tokoh Buku Alternatif, Literasi, Risestensi Gaya Hidup” dalam Aldin, Alfathri, 2006, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Yogyayakarta. Jalasutra.
Nancy Lee Peluso, 2006, Penerjemah Landung Simatupang Hutan Kaya Rakyat Melarat; Penguasaan Sumberdaya dan Perlawanan di Jawa, Konphalindo, Jakarta
Ong, Aiwa. 1987. Spirits of Resistance and Capitalist Discipline. Albany: SUNY Press
Saifuddin, Ahmad Fedyani, 2005, Antropologi Kotemporer ; Suatu PEngantar Kritis Mengenai Paradigma, Jakarta, Prenada Media.
Scott, James, S, 2000, (terjemahan) Senjata Orang-Orang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani, Jakarta, Yayasan Obor
Bacaan
Abu-Lughod, Lila. 1986. Veiled Sentiments: Honor and Poetry in a Badouin Society. Berkeley, CA: University of California Press.
Anna Lowenhaupt Tsing, 1998 Penerjemah Achmad Fedyani Saifudin, Dibawah Bayang-Bayang Ratu Intan; Proses Marjinalisasi Masyarakat Terasing, Yayasan Obor Jakarta.
Foucault, Michel,(1972) Archaelogy of Knowledge, New York: Pantheon
Foucault, Michel,(1979) History of Sexuality, Vol 1: The Will to Truth, London: Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1994) Essentials Work of Michel Foucault, Vol 3: Power, London:Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1980) Power/Knowledge, Selected Interviewa & Other Writing 1972-1977, New York: Pantheon
Holid,Anwar. 2006, “Membuat Peluang Mencari Peluang: Komunitas Tokoh Buku Alternatif, Literasi, Risestensi Gaya Hidup” dalam Aldin, Alfathri, 2006, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Yogyayakarta. Jalasutra.
Nancy Lee Peluso, 2006, Penerjemah Landung Simatupang Hutan Kaya Rakyat Melarat; Penguasaan Sumberdaya dan Perlawanan di Jawa, Konphalindo, Jakarta
Ong, Aiwa. 1987. Spirits of Resistance and Capitalist Discipline. Albany: SUNY Press
Saifuddin, Ahmad Fedyani, 2005, Antropologi Kotemporer ; Suatu PEngantar Kritis Mengenai Paradigma, Jakarta, Prenada Media.
Scott, James, S, 2000, (terjemahan) Senjata Orang-Orang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani, Jakarta, Yayasan Obor
No comments:
Post a Comment