\
RESUME BUKU “PERBANDINGAN SISTEM POLITIK”
(Dr. Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews)
Sebelum
membahas lebih mendalam mengenai bab perbandingan politik, sebelumnya akan saya
jelaskan mengenai sistem politik. Dimana di dalam sistem politik terdapat suatu
studi politik, kita diharuskan dapat memahami bagaimana keputusan-keputusan
yang otoritatif atau sah dibuat dan dilaksanakan dalam suatu masyarakat. Dapat
diketahui bahwa masyarakat memiliki banyak pendapat dan aspirasi yang
didalamnya mengandung sebuah unsur atau nilai kehidupan untuk menjalankan suatu
harapan yang dicita-citakan atau diimpikan oleh masyarakat tersebut. Dalam
memahami studi politik tersebut, kita dapat melakukan berbagai cara, seperti
melakukan penyelidikan terhadap berfungsinya lembaga-lembaga politik dan selain
itu juga kita dapat meneliti akibat-akibat yang timbul akibat adanya
praktek-prektek politik ditempat terjadinya praktek-praktek ini.
Dari hasil penyelidikan tersebut
terkandung bahwa beberapa bagian dari arena politik tersebut diketahui bahwa
tidak bisa berdiri sendiri, akan tetapi terdapat sebuah keterkaitan satu sama
lain atau dapat dikatakan bahwa berfungsinya satu bagian tidak akan dapat
dipahami sepenuhnya tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan
bagian-bagian itu sendiri. Dari hasil keterkaitan tersebut maka akan muncul sebuah
pengaruh didalam cara pembuatan dan pelaksanaan suatu keputusan-keputusan
otoritatif yang ada di dalam sebuah masyarakat. Dalam membahas kehidupan
politik sebagai sebuah sistem, maka kita juga mengetahui bahwa akan timbul
beberapa konsekuensi yang berguna sebagai bahan untuk menganalisa bekerjanya
sebuah sistem. Dalam menganalisa sebuah sistem politik, kita dapat mengetahui
bahwa ide utama dari sebuah sistem adalah dimana kita dapat memisahkan antara
kehidupan politik dengan kehidupan sosial. Untuk selanjutnya, melihat dari
sistem politik tersebut dapat diketahui bahwa sistem tingkah laku politik dapat
digunakan untuk mengetahui atau melihat bahwa yang menjamin terus bekerjanya
sebuah sistem adalah berbagai macam input. Dari berbagai input tersebut diubah
menjadi beberapa proses-proses dan dengan demikian akan menghasilkan berbagai
output-output yang dapat berpengaruh terhadap sistem itu sendiri maupun
terhadap lingkungan sekitar dimana sistem itu berada.
Dalam sebuah sistem, sistem politik
juga mempunyai berbagai ciri-ciri utama yang dapat dijelaskan, antara lain:
1.) Ciri-ciri
Identifikasi: adalah sebuah cara untuk membedakan antara suatu sistem politik
dengan suatu sistem sosial lainnya. Dimana dalam ciri-ciri identifikasi
terdapat Unit-unit Sistem politik dan perbatasan. Unit-unit sistem politik
adalah unsur-unsur yang membedakan suatu sistem. Dalam hal ini, unit-unit
tersebut berwujud sebagai tindakan-tindakan politik. Dalam sistem politik ini
juga terdapat perbatasan dimana hal ini berfungsi sebagai batasan suatu sistem
politik dengan lingkungannya.
2.) Input dan Output:
di dalam sebuah sistem politik memiliki suatu konsekuensi-konsekuensi dari
unsur di dalam sistem politik dimana menghasilkan sebuah keputusan-keputusan
otoritatif hal inilah yang dinamakan input,
dan dari konsekuensi-konsekuensi menimbulkan sebuah pengaruh terhadap
masyarakat atau dilingkungan sekitar sistem politik itu berada dan hal ini
disebut output.
3.) Diferensiasi
Dalam Suatu Sistem: Dalam suatu lingkungan adalah tempat dimana sebuah sistem
dapat melakukan pekerjaannya. Dari hal tersebut menghasilkan sebuah output yang
berbeda dengan input yang diperoleh dari lingkungan, hal ini dapat kita gunakan
sebagai sebuah hipotesa guna mengetahui bila suatu sistem politik menjalankan
pekerjaan yang bermacam-macam namun dalam waktu yang terbatas.
4.) Integrasi
dalam suatu sistem: Didalam sebuah sistem harus terdapat atau memiliki
mekanisme yang dapat mengintegrasi atau memaksa anggota-anggotanya untuk
bekerjasama walaupun dalam kadar minimal sehingga mereka dapat membuat
keputusan-keputusan yang otoritatif.
Di
dalam sebuah input yang terdapat di dalam sistem politik dibedakan menjadi dua,
yaitu melalui tuntutan dan melalui dukungan. Tuntutan muncul sebagai adanya
berbagai kehidupan politik masyarakat yang langka serta adanya keinginan
masyarakat yang harus dipenuhi baik keinginan kekayaan, keinginan kekuasaan,
dan lain-lain. Apabila tuntutan-tuntutan tersebut dapat dipenuhi, maka akan
menjadi sebuah input di dalam sistem politik tersebut. Selanjutnya adalah
melalui dukungan, dimana dukungan menjadi mitra terhadap tuntutan. Apabila
adanya sebuah tuntutan, maka dukungan juga harus diperlukan karena apabila
tidak terdapat dukungan maka tuntutan tidak bisa dipenuhi dan konflik mengenai
tujuan tidak akan terselesaikan. Di dalam suatu dukungan terdapat tingkah laku
dimana tingkah laku terbagi menjadi dua. Tingkah laku tersebut mungkin berujud
tindakan-tindakan yang mendorong pencapaian tujuan, kepentingan, dan tindakan
orang lain. Dan sebaliknya, tingkah laku mungkin tidak berujud tindakan yang
nampak nyata dari luar, tetapi merupakan bentuk-bentuk tingkah laku “batiniah”
yang bisa disebut pandangan atau suasana pikiran.
Di
dalam sebuah sistem politik juga terdapat wilayah dukungan, dimana hal tersebut
mengarah pada tiga sasaran, yaitu komunitas, rejim, dan pemerintah. Yang
pertama adalah komunitas politik dimana komunitas merupakan syarat dari
kelangsungan hidup didalam sistem politik. Dalam hal ini, dukungan suatu
kelompok yang berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan atau mendorong
pembuatan keputusan-keputusan melalui tindakan-tindakan bersama secara damai.
Yang kedua adalah rejim, didalam rejim terdiri dari semua pengaturan yang
mengatur cara menangani tuntutan yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut dan
cara melaksanakan keputusan atau dalam hal ini bisa disebut juga sebagai aturan
permainan. Selanjutnya, yang ketiga adalah pemerintah. Dalam hal ini selain
sistem politik mempunyai kemampuan dalam menangani tuntutan-tuntutan yang
saling bertentangan, anggota-anggota di dalam sistem tersebut juga harus
bersedia mendukung suatu pemerintahan yang melaksanakan tugas-tugas konkrit
menyelesaikan konflik-konflik tersebut. Selain itu juga, suatu sistem tidak
harus memenuhi semua tuntutan dari anggota-anggotanya selama sistem tersebut
memiliki sumber atau cadangan dukungan yang cukup untuk bertahun-tahun.
Dalam
menjalankan sebuah sistem politik tentu mengenal adanya suatu proses
politisasi. Proses politisasi merupakan sebuah cara-cara dimana masyarakat
mempelajari sebuah pola-pola politik. Dari proses politisasi ini dimana seorang
individu belajar untuk memainkan berbagai peranan politiknya, dan dalam proses
itu terlibat juga penyerapan atau peniruan sikap-sikap politik yang tepat.
Mekanisme yang dipakai selama seorang individu tersebut belajar adalah yang
pertama, proses belajar ataupun proses sosialisasi individu tidak akan
berhenti, dimulai semenjak kanak-kanak dan berdasarkan pengetahuan kita tentang
pendidikan. Yang kedua, proses politisasi pada tingkatannya yang paling umum
melibatkan suatu jaringan ganjaran dan hukuman yang cukup rumit. Selanjutnya,
yang ketiga adalah di semua masyarakat semua sarana-sarana yang dipergunakan
untuk mengkomunikasikan tujuan-tujuan dan norma-norma kepada pihak lain cenderung
bersifat berulang-ulang. Dengan demikian, politisasi secara efektif bisa
membentuk jalan dengan mana ukuran legitimasi diciptakan dan dialihkan kepada
generasi lain dalam suatu sistem politik. Dalam hal ini juga dapat dijelaskan
bahwa bila suatu sistem politik ingin dapat tetap bertahan dalam menghadapi
gelombang goncangan-goncangan yang akan terjadi bila output-output yang
dihasilkannya lebih banyak bersifat merugikan bagi anggotanya, maka sistem itu
harus mampu menciptakan dukungan yang didasarkan pada pengakuan akan legitimasi
dari pemerintah dan rejimnya, karena dari dukungan-dukungan tersebut dapat
menciptakan cadangan-cadangan yang memadai.
Selanjutnya
adalah studi perbandingan sistem politik, dimana dalam mempelajari hal tersebut
telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam hal ini sebagai contoh adalah
membandingkan antara negara dengan negara, monarki dengan demokrasi,
pemerintahan konstitusional dengan tirani, dan sebagainya. Aristoteles
dalamstudi kasusnya yang bernama Politea,
membandingkan ekonomi dengan struktur sosial dari berbagai negara-kota di
Yunani dalam mempengaruhi lembaga dan organisasi politik dan kebijaksanaan yang
ditempuh oleh rejim-rejimnya. Dalam membandingkan lembaga-lembaga dengan
proses-proses tadi biasanya dilalui tiga tahap, antara lain tahap pertama
adalah hanya merupakan kegiatan diskriptif. Tahap yang kedua yaitu
memilah-milahkan penemuannya dengan mengklasifikasikan fenomena yang ditemukan
tersebut atau mengkelompokkan berdasarkan tipe-tipe. Dan selanjutnya tahap
ketiga, adalah dalam hal ini ahli politik berusaha mencari
kesenjangan-kesenjangan dalam hubungan antara variabel-variabel yang
menyebabkan timbulnya kekacauan politik. Dalam melakukan berbagai kegiatan
dalam sistem politik, mempunyai lembaga-lembaga atau struktur-struktur yang
menjalankan kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi tertentu dan tentu selanjutnya
kemungkinan sistem politik tersebut untuk merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Dalam sistem politik terdapat kesatuan dan keutuhan yang terdiri dari sistem,
struktur, dan fungsi. Sistem dapat diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang
menujukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan,
yang mempengaruhinya ataupun dipengaruhinya. Konsep-konsep sistem, struktur,
dan fungsi pada dasarnya merupakan sebuah bagian dari proses yang sama. Dari
ketiga konsep tersebut sangatlah penting, dikarenakan hal tersebut sebagai
acuan untuk memahami bagaimana politik dipengaruhi oleh lingkungan alam dan
lingkungan manusia, dan bagaimana politik mempengaruhi kedua lingkungan
tersebut.
Sosialisasi
politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus membentuk nilai-nilai
politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing anggota masyarakat
berpartisipasi dalam sistem politiknya. Jadi dapat dikatakan bahwa sosialisasi
politik disini menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku. Dalam proses sosialisasi politik ada dua hal yang harus
diperhatikan, yaitu yang pertama, sosialisasi itu berjalan terus menerus selama
hidup seseorang. Dalam hal ini sikap-sikap tersebut terbentuk semenjak
kanak-kanak, dan bagi anggota-anggota masyarakat yang lebih tua,
pengalaman-pengalamannya dapat menimbulkan resosialisasi,
yaitu perubahan drastis sikap-sikap mereka terhadap lembaga-lembaga politik
yang ada. Dan dari hal tersebut anggota yang lebih fleksibel terhadap sistem
politiknya adalah golongan yang berusia muda. Sedangkan yang kedua, sosialisasi
politik dapat berujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak
langsung. Sosialisasi bersifat langsung dalam hal ini terjadi apabila kita
melibatkan komunikasi informal, nilai-nilai, atau perasaan-perasaan mengenai
politik secara eksplisit. Sedangkan sosialisasi bersifat tidak langsung, ini
berlangsung kuat pada masa kanak-kanak.
Sarana
dalam sosisalisasi dapat dilakukan oleh bermacam-macam lembaga, seperti
keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, pekerjaan, serta kontak-kontak politik
langsung. Dalam beberapa sarana sosialisasi politik tersebut, keluarga
merupakan struktur sosial pertama yang dialami oleh seorang individu dan
bersifat lebih kekal dan kuat. Sarana-sarana, pengalaman-pengalaman, dan
pengaruh-pengaruh tersebut menimbulkan atau menciptakan sebuah identifikasi
politik. Indentifikasi politik merupakan suatu kombinasi dari beberapa perasaan
dan sikap. Pertama, di dalam sistem politik terdapat sikap-sikap dan
keyakinan-keyakinan dasar seperti nasionalisme, identifikasi etnik atau kelas,
keterikatan ideologis, dan sebagainya. Kedua, kurang terdapat komitmen
emosional terhadap, dan pengetahuan tentang, lembaga-lembaga pemerintahan dan
politik. Ketiga, lebih banyak terdapat pandangan-pandangan yang cepat berubah
tentang peristiwa-peristiwa, kebijaksanaan politik, issue-issue politik, dan
tokoh-tokoh politik yang sedang terkenal. Orang-orang yang meibatkan diri
dalamkegiatan politik minimal hanya memberikan suara (voting), dan memperoleh banyak informasi tentang kehidupan politik
kita sebut sebagai berbudaya politik partisipan.
Menurut
Myton Weiner terdapat lima hal yang dapat menimbulkan gerakan ke arah
partisipasi lebih luas dalam proses politik, antara lain:
1.) Modernisasi
2.) Perubahan-perubahan
Struktur Kelas Sosial
3.) Pengaruh
Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern
4.) Konflik
di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik
5.) Keterlibatan
Pemerintah yang meluas dalam Urusan sosial, ekonmi, dan kebudayaan.
Dalam
partisipasi politik, terdapat bentuk-bentuk partisipasi yang dibagi menjadi dua,
yaitu bentuk Konvensional dan bentuk Non-konvensional. Dalam bentuk
konvensional terdiri dari pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan
kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi
individual dengan pejabat politik administratif. Bentuk konvensional pada
umumnya adalah bentuk partisipasi politik yang normal. Sedangkan bentuk
non-konvensional terdiri dari, pengajuan petisi, berdemonstrasi, konfrontasi,
mogok, tindak kekerasan politik terhadap harta-benda, tindakan kekerasan
politik terhadap manusia, dan perang gerilya atau revolusi. Selanjutnya adalah
mengenai kelompok kepentingan, dimana kelompok kepentingan mempunyai kedudukan
posisi penting dimana kelompok kepentingan adalah sebagai sarana untuk
menyampaikan atau memperkuat penyampaian tuntutan-tuntutan kepentingan anggota
masyarakat terhadap sistem politik. Dalam hal ini, Almond menjelaskan ada
beberapa jenis kelompok kepentingan, yaitu anomik, non-asosiasional,
asosiasional, dan institusional. Makna dari perbedaan sistem kepartaian adalah
ciri utama dari partai politik yang membedakan dengan kelompok kepeningan
adalah dimana tujuannya mengarah pada suatu jabatan publik.
Dalam teori yang disampaikan oleh
Prof. D. Putnam bahwa dia membagi masyarakat menjadi enam lapisan, yaitu
kelompok pembuat keputusan, kaum berpenggaruh, aktivis, publik peminat politik,
kaum pemilih, dan kaum non-partisipan. Dari hal tersebut Putnam menyatakan
bahwa pada dasarnya bahwa adanya stratifikasi politik seperti halnya dalam
stratifikasi sosial. selanjutnya, Putnam menunjukkan adanya tiga cara untuk
mengetahui yang berpengaruh besar atau berkuasa dalam suatu masyarakat politik,
yaitu dengan menggunakan analisa posisi, analisa reputasi, dan analisa
keputusan. Sedangkan menurut Mas’oed menyatakan bahwa titik pusat perhatian
analisis sistem politik adalah proses bagaimana input diubah menjadi output,
atau proses konversi. Namun dalam hal ini kenyataannya birokrasi bukan hanya
menjalankan sebuah kebijaksanaan yang dibuat di tempat lain, akan tetapi lebih
sering birokrasi menjalankan kebijaksanaan yang sebagian besar dibuatnya
sendiri.
Hal lain disampaikan oleh David Easton,
dimana dia mengembangkan analisa tenteng sistem poitik, yaitu analisa sistem. Dalam
analisa sistem tersebut dipandang bahwa sistem politik mempengaruhi sekaligus
dipengaruhi oleh lingkungannya. Dan dari hal tersebut sistem politik dan
lingkungannya dihubungkan dengan hubungan input-output dikarenakan sistem
politik tersebut dipandang sebagai sebuah konversi atau perubahan, yaitu
merubah input menjadi output. Dalam hal ini terdapat dua jenis input, yaitu
berupa tuntutan dan dukungan. Selanjutnya adalah analisis struktural-fungsional
yang dikembangkan oleh Almond. Menurut Almond, sebuah sistem politik bersifat
komprehensif, saling tergantung, dan memiliki perbatasan. Dalam hal ini, Almond
mengusulkan bahwa dalam setiap masyarakat pasti ada fungsi-fungsi yang harus
dijalankan demi kelangsungan hidup masyarakat itu. Dan apabila tanpa
fungsi-fungsi tersebut, masyarakat tidak akan bisa mempertahankan
kelangsungannya.
Setelah dijelaskan beberapa teori
tentang sistem politik beserta perbandingan sistem politik, selanjutnya
terdapat sebuah studi kasus dimana membandingkan beberapa sistem politik di
berbagai negara. Negara-negara tersebut antara lain:
1.) Brazil
Brazil
merupakan sebuah negara yang terletak di Benua Amerika, tepatnya terletak di
wilayah selatan. Dalam segi pemerintahan, Brazil merupakan salah satu negara
Dunia Ketiga dimana bahwa pemerintahan militer disana tidak semata-mata hanya
memperhatikan masalah kemiliteran saja, tetapi juga memperhatikan masalah
pembangunan ekonomi. Dimana Brazil sebagai sebuah negara yang besar, masalah-masalah
yang dihadapi Brazil tentu juga besar. Dalam partisipasi politik, mereka yang
berperan aktif dan berkuasa memerintah adalah berasal dari kaum militer dan
para teknokrat yang mendukungnya. Pada lapisan kedua terdapat para pengelola
perusahaan negara. Lapisan dibawahnya adalah para industrialis dan tuan tanah
kaya dalam satu lapisan, dan dibawahnya lagi adalah kaum buruh, tani, dan
penduduk miskin di kota. Sistem politik sangat diawasi dan dikendalikan secara
ketat oleh kaum militer dengan tujuan agar kelompok oposisi tidak mempunyai
kesempatan dalam hal meningkatkan kekuatannya.
2.) Inggris
Dalam
gambaran pada abad ke-20, negara-negara di Eropa memiliki sebuah gambaran umum
dimana kekerasan serta revolusi adalah suatu hal yang terdapat dalam kehidupan
politik di negara-negara besar di Eropa pada waktu itu. Akan tetapi, selama
tiga abad yang lalu Inggris merupakan salah satu negara yang telah
menyelesaikan perdebatan-perdebatan politik di dalam negara tersebut tanpa
menggunakan kekerasan. Konstitusi di Inggris pada permulaan masa
industrialisasi merupakan konstitusi campuran. Dimana pada saat itu kekuasaan
dibagi menjadi dua, yaitu di antara raja dan parlemen dengan tujuan untuk
menghindarkan adanya dominasi oleh salah satu pihak. Pada masa itu jabatan perdana
menteri berperan sebagai perantara antara raja dengan parlemen. Hasilnya adalah
pemerintahan yang terbatas akan tetapi sangat efektif.
3.) Uni
Sovyet
Di
Uni Sovyet menganut sistem politik pertama yang menerapkan model pemerintahan
di mana partai politik secara sadar mempergunakan negara atau birokrasi sebagai
penggerak utama perubahan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Secara formal, Uni
Sovyet diperintah oleh Soviet Tertinggi yang terdiri dari 1.500 utusan atau
anggota. Perlemen Soviet Tertinggi memiliki banyak perangkat parlemen, termasuk
di dalamnya komite-komite tetap. Pemerintah Uni Sovyet menjalankan roda perekonomian dan hampir 90%
memiliki kegiatan ekonomi tersebut, sisanya dimiliki oleh koperasi-koperasi yang
ada di bawah kendali pemerintah.
4.) China
Sistem
politik di China berkembang sejak tahun 1949, dimana peranan partai komunis di
China sangatlah besar dan memiliki hubungan sistem politik yang kuat antara
mereka yang di puncak dengan yang di akar sistem politik. Dalam perkembangan
politik di China, tak lepas dari beberapa revolusi panjang yang terjadi dari
tahun 1911 sampai tahun 1949.
5.) Jepang
Negara
Jepang terkenal dengan tingkat perekonomian yang berkembang pesat. Dalam
pembanguannya, mungkin saja terlambat dari negara-negara di Eropa, namun hal
ini dapat di atasi dengan baik oleh Jepang. Di dalam sistem politik di Jepang
diketahui awalnya adalah dengan bentuk kekaisaran, dimana kaisar sebagai sumber
kekuasaan politik yang sah. Dalam pemerintahan Jepang dipimpin oleh Perdana
Menteri beserta kabinetnya. Perdana Menteri di Jepang dipilih oleh Diet, yaitu merupakan sebuah Dewan
Perwakilan Nasional sekaligus sebagai pusat kegiatan politik Jepang.
6.) Malaysia
Di
negara Malaysia mempunyai sistem politik yang relatif stabil serta didukung
oleh keberhasilan negara tersebut dalam membangun perekonomian. Dalam
pemerintahannya, Malaysia memiliki 11 negara bagian yang dikepalai oleh seorang
sultan yang semuanya melalui sebuah pemilu. Masing-masing negara bagian
memiliki Majelis Negara Bagian yang dipimpin oleh Menteri Besar dengan dibantu
oleh Dewan Eksekutif yang ditunjuk oleh Sultan. Sedangkan di pemerintahan
federal yang terletak di Kuala Lumpur, seorang Raja Konstitusional (Yang di
Pertuan Agong), dipilih untuk periode lima tahun dalam Majelis Raja-Raja.
Selenjutnya
adalah pembahasan mengenai pemilihan umum dan prospek pertumbuhan demokrasi
pancasila, dimana disini dijelaskan bahwa sistem politik yang seimbang
tercermin dalam sistem politik yang ideal yang disebut sebagai Demokrasi
pancasila, tentu sistem ini di anut oleh Indonesia. Dari ini lah muncul sebuah
masalah utama dalam pembangunan politik di Indonesia, yaitu bagaimana merubah
kebudayaan politik sehingga bisa mengisi kerangka sistem ideal tersebut..
Selain itu juga, disini juga terdapat tiga model pembuatan kebijaksanaan di
Indonesia hasil dari pengamatan gaya-gaya pembuatan kebijaksanaan yang mungkin
masih harus dibuktikan kebenarannya.
Daftar
Pustaka
Mas’oed,
Mochtar dan Colin MacAndrews. 1993. Perbandingan
Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
thank you so much for this resume... :)
ReplyDelete