Pages

Thursday, June 7, 2012

Aku dan Petani Tua

Lalu pada akhrnya aku berlari sendiri
dihamparan hijau ilalang dan resam resam  yang menyakiti
mataku senang melihat hijaunya hamparan itu
walaupun semakin lama  goresan luka semakin mengiris iris kulit sekujur tubuhku

telingaku senang mendengar nyanyian burung pipit di senja itu
walau kepala ku hancur dicekoki burung liar yang dikutuk para petani kala itu

Aku bertanya pada petani itu
buat apa kau menanam ilalang dan resam disana sini kalau kau pahami bahwa tumbuhan
hina ini hanya akan menyakiti aku dan kau sebagai petani

lalu ia menjawab dengan tenangnya

Tiap hari aku berusaha menyenangkan diri
untuk usaha ini ku korban kan perut ku yang semakin lama semakin kempes tak makan nasi
aku hanya puas
melihat hijaunya hamparan ilalang ini
aku hanya senang mendengar nyanyian kematian burung pipit disini

walaupun kau dan aku tau
Kaindahan itu harus dibayar mahal
dan walaupun keindahan itu
harus merenggut darah tubuhmu ditiap kala
dan juga selaput kulitmu ditiap masa

Inilah aku dan kamu
Mencintai keindahan
namun harus bijak
dengan menderita kesakitan diantara dunia yang semakin lama semakin lama
hanya berikan kau ribuan tanya

sampai tua
aku dan kau hanya bisa menikmati keindahan dan kenyamanan
dilain usia
kita berjumpa pula dengan kepahitan demi kepahitan
kesakitan demi kesakitan
kepedihan,penderitaan

hidup dan terus melanjutkan hidup
menikmati keindahan
dan menanggung kepahitan

Lalu aku pergi
berencana meninggalkan petani gila itu

Di suatu batas antara duniaku dan dunia petani itu

kaki ku kembali
ia begitu sulit untuk terkendali

Aku sadar
bahwa
Aku tak ubahnya dengan petani itu
mencintai ilalang dan resam
lengkap dengan siulan pipit pipit liar

Lalu kemudian terhimpit dan terhujam bebas dalam ribuan penderitaan

No comments:

Post a Comment