Pages

Wednesday, October 26, 2011

RI-RRC Tingkatkan Kerja Sama Pendidikan Bahasa


Jakarta -- Kerjasama bidang pendidikan Republik Rakyat Cina (RRC) dengan Republik Indonesia (RI) pada aspek pendidikan bahasa, mengalami perkembangan yang baik.

Hal itu ditandai dengan kehadiran enam pusat Institut Konfisius di Indonesia. Institut ini merupakan institut yang khusus menyediakan pendidikan bahasa Mandarin di seluruh dunia mulai dari staf pengajar, materi bahan ajar, dan sebagainya. Di lain pihak, pendidikan bahasa Indonesia di RRC juga mulai bermunculan dalam bentuk munculnya berbagai pusat-pusat bahasa di universitas.

Pada kunjungan Menteri Pendidikan RRC ke kantor Kementerian Pendidikan Nasional RI, Mendiknas M. Nuh menyampaikan, kerjasama ini akan ditingkatkan dari aspek pendidikan kebahasaan menjadi seluruh pendidikan dan kebudayaan. “Kami berdua sepakat untuk segera membentuk kelompok kerjasama untuk menyusun kegiatan di bidang pendidikan, dan kebudayaan, mencakup program, dan capaian yang akan dievaluasi pertahunnya,” ujarnya di Gedung A Kemdiknas, Jakarta, Senin, (17/10).

M. Nuh menambahkan, pendidikan bahasa Mandarin memiliki tiga kendala untuk meningkatkannya, yaitu aspek karakter (tulisan), bahasa, dan pengucapan. “Berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa dan tulisan dalam pendidikan bahasa Mandarin sangat berbeda satu dengan yang lain,” jelas Menteri Nuh. Sehingga, Kemdiknas akan tetap melanjutkan pemberian bantuan fasilitas pendidikan Mandarin di Indonesia kepada Institut Konfisius. Kemdiknas juga akan tetap melanjutkan kerjasama dengan RRC guna memperluas kesempatan untuk mempelajari bahasa Indonesia di RRC.

Kunjungan ini juga dihadiri Atase Kebudayaan Shao Yiwu, Deputi Dirjen Pendidikan Tinggi Shi Pengjian, Deputi Dirjen Kerjasama Internasional Liu Baoli, Deputi Dirjen Kebijakan dan Hukum Ke Chunhui, Deputi Dirjen HANBAN (kantor pusat bahasa Mandarin) Wang Yongli, Sekretaris Atase Kebudayaan Kedubes RRT Yang Xiaoqiang, Sekretaris Wakil Menteri Pendidikan RRT Chen Dali, Staf Dit. Asia Afrika Ditjen Kerjasama Internasional Li Qi. *** (Grace)

http://www.kemdiknas.go.id/kemdiknas/berita/92

Program Pendidikan Keaksaraan untuk Pengentasan Buta Huruf


Program Pendidikan Keaksaraan untuk Pengentasan Buta Huruf

sumber:http://www.kemdiknas.go.id/kemdiknas/berita/98

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan terus melanjutkan program pendidikan keaksaraan. Diharapkan, angka buta huruf di Indonesia bisa turun secara signifikan.

Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) turut meramaikan Hari Aksara Internasional ke-46 dengan mengadakan berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut di antaranya pameran, diskusi, dan pertunjukan seni.

Hari Aksara Internasional ke-46 mengambil tema “Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa”, dengan sub tema “Melalui peringatan Hari Aksara Internasional ke-46 kita tingkatkan kualitas SDM yang berkarakter dan berbudaya damai”.

Dalam pidatonya saat pembukaan pameran di Gedung D Kemdikbud, Kamis, (20/10), Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad, mengatakan, pendidikan keaksaraan sangat penting bagi masyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Saat ini terdapat sekitar 800 juta penduduk dunia yang masih buta huruf.

“Indonesia bisa menurunkan angka buta huruf secara signifikan. Tapi itu juga tidak cukup untuk melepaskan diri dari program keaksaraan,” ujarnya. Ia menambahkan, angka buta huruf di Indonesia mencapai 8,3 juta, dan sebagian besar merupakan kaum perempuan.

Karena itu ia berharap, program pendidikan keaksaraan dapat berjalan dengan baik, salah satunya melalui kelompok belajar seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Kelompok belajar bisa membantu program pendidikan keaksaraan dan memotivasi timbulnya ide-ide kreatif untuk industri kecil.

Hamid menuturkan, ada tiga tujuan dilaksanakannya program pendidikan keaksaraan di Indonesia. Pertama, untuk membebaskan penduduk dari buta aksara. Kedua, untuk memberikan bekal hidup berupa keterampilan. “Dan yang terakhir, untuk menyelipkan pendidikan karakter agar masyarakat dapat hidup damai dan tenteram”. (Lian)

Pendidikan tinggi

Pendidikan Tinggi

Isi:

Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan menengah.

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 19 dan pasal 20 diatur tentang pendidikan tinggi yaitu:

Pasal 19

  1. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
  2. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

Pasal 20

  1. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
  2. Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
  3. source:http://www.kemdiknas.go.id/kemdiknas/Pendidikan_Tinggi

Pendidikan Keaksaraan Tak Sekadar Ajar Baca Tulis


Pendidikan Keaksaraan Tak Sekadar Ajar Baca Tulis


Pengajaran paket modul mengenai cara hidup berdampingan dengan masyarakat berbeda agama, kultur, dan sebagainya akan diajarkan dalam program keaksaraan.

Jakarta --- Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Hamid Muhammad menyatakan, pendidikan karakter jangan sekadar mengajarkan baca tulis dan berhitung tapi lebih kepada mengajarkan masyarakat untuk hidup bersama. Konflik horizontal yang dihadapi masyarakat Indonesia sangatlah beragam. Oleh karena program keaksaraan ini memiliki cakupan luas di masyarakat, kementerian dapat menjalankan kewajiban untuk mendidik masyarakat yang bukan hanya sekedar baca tulis tapi juga ikut menjaga ketenteraman. “Harapannya, setiap persoalan kecil tidak gampang berujung jadi konflik dalam masyarakat,” katanya dalam pembukaan pameran HAI di Gedung D lantai 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (20/10).

Hamid menambahkan, “Pengajaran paket modul mengenai cara hidup berdampingan dengan masyarakat berbeda agama, kultur, dan sebagainya akan diajarkan dalam program keaksaraan.” Hal ini sebagai langkah kongkret kementerian untuk mewujudkan keaksaraan yang membangun perdamaian dan karakter bangsa.

Pembukaan pameran juga disertai dengan dialog bertema “Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa” dengan narasumber pemuda inspirator dari Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Ruang Publik, dan peserta didik, peragaan busana, penampilan, dan demo keterampilan dari para peserta pameran. Pameran akan berlangsung selama tiga hari, mulai dari 20 Oktober 2011. (gloria)

sumber:http://www.kemdiknas.go.id/kemdiknas/berita/100


Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa

Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa
jakarta – Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) jatuh pada hari ini, Jumat, 21 Oktober 2011. Upacara peringatan digelar di gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Jakarta.
Sejumlah tamu dari Komisi X DPR RI, Gubernur Jakarta dan jajarannya, Bupati/Walikota penerima anugerah Aksara 2011, para pejabat Eselon 1 di lingkungan Kemdikbud, Kemenkokesra, dan Kemenag PP & PA, perwakilan UNESCO, Ketua DPRD DKI Jakarta dan para Walikota se-DKI Jakarta, para pejabat Eselon II dan pada Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia serta se-DKI Jakarta, mitra pendidikan nasional dari berbagai kementerian dan kelembagaan, serta para penyelenggara pendidikan, ikut hadir memeriahkan acara tersebut.
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Hamid Muhammad, dalam kesempatan tersebut melaporkan, hingga 2010 angka tunakasara nasional turun hingga tinggal 4,79 persen atau sekitar 8,3 juta orang. Capaian ini merupakan prestasi tersendiri bagi Indonesia karena dapat melampaui target Pendidikan Untuk Semua (PUS) yang disepakati di Dakkar. Isi kesepakatan tersebut adalah menurunkan tunaaksara usia 15 tahun ke atas hingga tersisa setengahnya dari 10 persen (15,4 juta orang) menjadi sekitar lima persen (7,7 juta) pada tahun 2015.
“Dan dengan berbagai upaya pada tahun 2011 ini kita akan memelekaksarakan sekitar 555 ribu orang penyandang tunaaksara,” katanya.
Hamid menyampaikan, program keaksaraan juga dilaksanakan dengan memanfaatkan struktur pemerintahan secara komperehensif pada berbagai tingkatan. Penyelenggaraannya juga bekerjasama dengan berbagai mitra, seperti tim penggerak PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, KOWANI, SIKIB, Lembaga Alkitab, perguruan tinggi, perusahaan, PKBM, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, meminta agar pengentasan ketunaaksaraan dapat terintegrasi dengan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya. Dengan cara tersebut diharapkan dapat diwujudkan pemberdayaan masyarakat yang mampu menghasilkan aksarawan yang lebih cakap, berkarakter dan meningkat kualitas hidupnya.
“Jangan hanya kuantitatifnya saja yang dikejar, tapi kualitasnya juga diperhatikan, agar bisa ikut meningkatkan kualitas hidup,” katanya.
Usai menyampaikan sambutannya, Mendikbud berdialog dengan Yohanna dan Mulyono. Mereka adalah dua orang perwakilan dari suku Badui (Banten) dan Tolikara (Papua), yang berhasil melekaksara setelah mengikuti program paket A yang ada di daerahnya. Mendiknas mengajak mereka sebagai contoh orang yang memperoleh banyak manfaat karena telah melekaksara, untuk secara terus menerus membantu sekitarnya agar bisa melekaksara juga.

Puncak peringatan HAI dimeriahkan penampilan kesenian Kentrung dari Jawa Timur, dan berbagai tarian diantaranya tari Bali yang dibawakan oleh penari-penari dari ary suta center. Kebudayaan dari Jawa Timur dan Bali dipilih sebagai pengisi acara dalam acara ini dikarenakan kedua provinsi tersebut merupakan provinsi yang angka tunaaksara nya masih tinggi. Usai acara seremonial, Mendikbud beserta tamu mengunjungi pameran hasil karya industri rumah tangga dari berbagai daerah. (aline)

sumber:http://www.kemdiknas.go.id/kemdiknas/berita/101