Pages

Monday, January 7, 2013

RESUME BUKU “PERBANDINGAN SISTEM POLITIK” (Dr. Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews)


\
RESUME BUKU “PERBANDINGAN SISTEM POLITIK”
(Dr. Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews)

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai bab perbandingan politik, sebelumnya akan saya jelaskan mengenai sistem politik. Dimana di dalam sistem politik terdapat suatu studi politik, kita diharuskan dapat memahami bagaimana keputusan-keputusan yang otoritatif atau sah dibuat dan dilaksanakan dalam suatu masyarakat. Dapat diketahui bahwa masyarakat memiliki banyak pendapat dan aspirasi yang didalamnya mengandung sebuah unsur atau nilai kehidupan untuk menjalankan suatu harapan yang dicita-citakan atau diimpikan oleh masyarakat tersebut. Dalam memahami studi politik tersebut, kita dapat melakukan berbagai cara, seperti melakukan penyelidikan terhadap berfungsinya lembaga-lembaga politik dan selain itu juga kita dapat meneliti akibat-akibat yang timbul akibat adanya praktek-prektek politik ditempat terjadinya praktek-praktek ini.
            Dari hasil penyelidikan tersebut terkandung bahwa beberapa bagian dari arena politik tersebut diketahui bahwa tidak bisa berdiri sendiri, akan tetapi terdapat sebuah keterkaitan satu sama lain atau dapat dikatakan bahwa berfungsinya satu bagian tidak akan dapat dipahami sepenuhnya tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan bagian-bagian itu sendiri. Dari hasil keterkaitan tersebut maka akan muncul sebuah pengaruh didalam cara  pembuatan  dan pelaksanaan suatu keputusan-keputusan otoritatif yang ada di dalam sebuah masyarakat. Dalam membahas kehidupan politik sebagai sebuah sistem, maka kita juga mengetahui bahwa akan timbul beberapa konsekuensi yang berguna sebagai bahan untuk menganalisa bekerjanya sebuah sistem. Dalam menganalisa sebuah sistem politik, kita dapat mengetahui bahwa ide utama dari sebuah sistem adalah dimana kita dapat memisahkan antara kehidupan politik dengan kehidupan sosial. Untuk selanjutnya, melihat dari sistem politik tersebut dapat diketahui bahwa sistem tingkah laku politik dapat digunakan untuk mengetahui atau melihat bahwa yang menjamin terus bekerjanya sebuah sistem adalah berbagai macam input. Dari berbagai input tersebut diubah menjadi beberapa proses-proses dan dengan demikian akan menghasilkan berbagai output-output yang dapat berpengaruh terhadap sistem itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar dimana sistem itu berada.
            Dalam sebuah sistem, sistem politik juga mempunyai berbagai ciri-ciri utama yang dapat dijelaskan, antara lain:
1.)    Ciri-ciri Identifikasi: adalah sebuah cara untuk membedakan antara suatu sistem politik dengan suatu sistem sosial lainnya. Dimana dalam ciri-ciri identifikasi terdapat Unit-unit Sistem politik dan perbatasan. Unit-unit sistem politik adalah unsur-unsur yang membedakan suatu sistem. Dalam hal ini, unit-unit tersebut berwujud sebagai tindakan-tindakan politik. Dalam sistem politik ini juga terdapat perbatasan dimana hal ini berfungsi sebagai batasan suatu sistem politik dengan lingkungannya.
2.)    Input dan Output: di dalam sebuah sistem politik memiliki suatu konsekuensi-konsekuensi dari unsur di dalam sistem politik dimana menghasilkan sebuah keputusan-keputusan otoritatif hal inilah yang dinamakan input, dan dari konsekuensi-konsekuensi menimbulkan sebuah pengaruh terhadap masyarakat atau dilingkungan sekitar sistem politik itu berada dan hal ini disebut output.
3.)    Diferensiasi Dalam Suatu Sistem: Dalam suatu lingkungan adalah tempat dimana sebuah sistem dapat melakukan pekerjaannya. Dari hal tersebut menghasilkan sebuah output yang berbeda dengan input yang diperoleh dari lingkungan, hal ini dapat kita gunakan sebagai sebuah hipotesa guna mengetahui bila suatu sistem politik menjalankan pekerjaan yang bermacam-macam namun dalam waktu yang terbatas.
4.)    Integrasi dalam suatu sistem: Didalam sebuah sistem harus terdapat atau memiliki mekanisme yang dapat mengintegrasi atau memaksa anggota-anggotanya untuk bekerjasama walaupun dalam kadar minimal sehingga mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang otoritatif.
Di dalam sebuah input yang terdapat di dalam sistem politik dibedakan menjadi dua, yaitu melalui tuntutan dan melalui dukungan. Tuntutan muncul sebagai adanya berbagai kehidupan politik masyarakat yang langka serta adanya keinginan masyarakat yang harus dipenuhi baik keinginan kekayaan, keinginan kekuasaan, dan lain-lain. Apabila tuntutan-tuntutan tersebut dapat dipenuhi, maka akan menjadi sebuah input di dalam sistem politik tersebut. Selanjutnya adalah melalui dukungan, dimana dukungan menjadi mitra terhadap tuntutan. Apabila adanya sebuah tuntutan, maka dukungan juga harus diperlukan karena apabila tidak terdapat dukungan maka tuntutan tidak bisa dipenuhi dan konflik mengenai tujuan tidak akan terselesaikan. Di dalam suatu dukungan terdapat tingkah laku dimana tingkah laku terbagi menjadi dua. Tingkah laku tersebut mungkin berujud tindakan-tindakan yang mendorong pencapaian tujuan, kepentingan, dan tindakan orang lain. Dan sebaliknya, tingkah laku mungkin tidak berujud tindakan yang nampak nyata dari luar, tetapi merupakan bentuk-bentuk tingkah laku “batiniah” yang bisa disebut pandangan atau suasana pikiran.
Di dalam sebuah sistem politik juga terdapat wilayah dukungan, dimana hal tersebut mengarah pada tiga sasaran, yaitu komunitas, rejim, dan pemerintah. Yang pertama adalah komunitas politik dimana komunitas merupakan syarat dari kelangsungan hidup didalam sistem politik. Dalam hal ini, dukungan suatu kelompok yang berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan atau mendorong pembuatan keputusan-keputusan melalui tindakan-tindakan bersama secara damai. Yang kedua adalah rejim, didalam rejim terdiri dari semua pengaturan yang mengatur cara menangani tuntutan yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut dan cara melaksanakan keputusan atau dalam hal ini bisa disebut juga sebagai aturan permainan. Selanjutnya, yang ketiga adalah pemerintah. Dalam hal ini selain sistem politik mempunyai kemampuan dalam menangani tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan, anggota-anggota di dalam sistem tersebut juga harus bersedia mendukung suatu pemerintahan yang melaksanakan tugas-tugas konkrit menyelesaikan konflik-konflik tersebut. Selain itu juga, suatu sistem tidak harus memenuhi semua tuntutan dari anggota-anggotanya selama sistem tersebut memiliki sumber atau cadangan dukungan yang cukup untuk bertahun-tahun.
Dalam menjalankan sebuah sistem politik tentu mengenal adanya suatu proses politisasi. Proses politisasi merupakan sebuah cara-cara dimana masyarakat mempelajari sebuah pola-pola politik. Dari proses politisasi ini dimana seorang individu belajar untuk memainkan berbagai peranan politiknya, dan dalam proses itu terlibat juga penyerapan atau peniruan sikap-sikap politik yang tepat. Mekanisme yang dipakai selama seorang individu tersebut belajar adalah yang pertama, proses belajar ataupun proses sosialisasi individu tidak akan berhenti, dimulai semenjak kanak-kanak dan berdasarkan pengetahuan kita tentang pendidikan. Yang kedua, proses politisasi pada tingkatannya yang paling umum melibatkan suatu jaringan ganjaran dan hukuman yang cukup rumit. Selanjutnya, yang ketiga adalah di semua masyarakat semua sarana-sarana yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan tujuan-tujuan dan norma-norma kepada pihak lain cenderung bersifat berulang-ulang. Dengan demikian, politisasi secara efektif bisa membentuk jalan dengan mana ukuran legitimasi diciptakan dan dialihkan kepada generasi lain dalam suatu sistem politik. Dalam hal ini juga dapat dijelaskan bahwa bila suatu sistem politik ingin dapat tetap bertahan dalam menghadapi gelombang goncangan-goncangan yang akan terjadi bila output-output yang dihasilkannya lebih banyak bersifat merugikan bagi anggotanya, maka sistem itu harus mampu menciptakan dukungan yang didasarkan pada pengakuan akan legitimasi dari pemerintah dan rejimnya, karena dari dukungan-dukungan tersebut dapat menciptakan cadangan-cadangan yang memadai.
Selanjutnya adalah studi perbandingan sistem politik, dimana dalam mempelajari hal tersebut telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam hal ini sebagai contoh adalah membandingkan antara negara dengan negara, monarki dengan demokrasi, pemerintahan konstitusional dengan tirani, dan sebagainya. Aristoteles dalamstudi kasusnya yang bernama Politea, membandingkan ekonomi dengan struktur sosial dari berbagai negara-kota di Yunani dalam mempengaruhi lembaga dan organisasi politik dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh rejim-rejimnya. Dalam membandingkan lembaga-lembaga dengan proses-proses tadi biasanya dilalui tiga tahap, antara lain tahap pertama adalah hanya merupakan kegiatan diskriptif. Tahap yang kedua yaitu memilah-milahkan penemuannya dengan mengklasifikasikan fenomena yang ditemukan tersebut atau mengkelompokkan berdasarkan tipe-tipe. Dan selanjutnya tahap ketiga, adalah dalam hal ini ahli politik berusaha mencari kesenjangan-kesenjangan dalam hubungan antara variabel-variabel yang menyebabkan timbulnya kekacauan politik. Dalam melakukan berbagai kegiatan dalam sistem politik, mempunyai lembaga-lembaga atau struktur-struktur yang menjalankan kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi tertentu dan tentu selanjutnya kemungkinan sistem politik tersebut untuk merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Dalam sistem politik terdapat kesatuan dan keutuhan yang terdiri dari sistem, struktur, dan fungsi. Sistem dapat diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menujukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya ataupun dipengaruhinya. Konsep-konsep sistem, struktur, dan fungsi pada dasarnya merupakan sebuah bagian dari proses yang sama. Dari ketiga konsep tersebut sangatlah penting, dikarenakan hal tersebut sebagai acuan untuk memahami bagaimana politik dipengaruhi oleh lingkungan alam dan lingkungan manusia, dan bagaimana politik mempengaruhi kedua lingkungan tersebut.
Sosialisasi politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya. Jadi dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik disini menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku. Dalam proses sosialisasi politik ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu yang pertama, sosialisasi itu berjalan terus menerus selama hidup seseorang. Dalam hal ini sikap-sikap tersebut terbentuk semenjak kanak-kanak, dan bagi anggota-anggota masyarakat yang lebih tua, pengalaman-pengalamannya dapat menimbulkan resosialisasi, yaitu perubahan drastis sikap-sikap mereka terhadap lembaga-lembaga politik yang ada. Dan dari hal tersebut anggota yang lebih fleksibel terhadap sistem politiknya adalah golongan yang berusia muda. Sedangkan yang kedua, sosialisasi politik dapat berujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi bersifat langsung dalam hal ini terjadi apabila kita melibatkan komunikasi informal, nilai-nilai, atau perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit. Sedangkan sosialisasi bersifat tidak langsung, ini berlangsung kuat pada masa kanak-kanak.
Sarana dalam sosisalisasi dapat dilakukan oleh bermacam-macam lembaga, seperti keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, pekerjaan, serta kontak-kontak politik langsung. Dalam beberapa sarana sosialisasi politik tersebut, keluarga merupakan struktur sosial pertama yang dialami oleh seorang individu dan bersifat lebih kekal dan kuat. Sarana-sarana, pengalaman-pengalaman, dan pengaruh-pengaruh tersebut menimbulkan atau menciptakan sebuah identifikasi politik. Indentifikasi politik merupakan suatu kombinasi dari beberapa perasaan dan sikap. Pertama, di dalam sistem politik terdapat sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan dasar seperti nasionalisme, identifikasi etnik atau kelas, keterikatan ideologis, dan sebagainya. Kedua, kurang terdapat komitmen emosional terhadap, dan pengetahuan tentang, lembaga-lembaga pemerintahan dan politik. Ketiga, lebih banyak terdapat pandangan-pandangan yang cepat berubah tentang peristiwa-peristiwa, kebijaksanaan politik, issue-issue politik, dan tokoh-tokoh politik yang sedang terkenal. Orang-orang yang meibatkan diri dalamkegiatan politik minimal hanya memberikan suara (voting), dan memperoleh banyak informasi tentang kehidupan politik kita sebut sebagai berbudaya politik partisipan.
Menurut Myton Weiner terdapat lima hal yang dapat menimbulkan gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, antara lain:
1.)    Modernisasi
2.)    Perubahan-perubahan Struktur Kelas Sosial
3.)    Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern
4.)    Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik
5.)    Keterlibatan Pemerintah yang meluas dalam Urusan sosial, ekonmi, dan kebudayaan.
Dalam partisipasi politik, terdapat bentuk-bentuk partisipasi yang dibagi menjadi dua, yaitu bentuk Konvensional dan bentuk Non-konvensional. Dalam bentuk konvensional terdiri dari pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik administratif. Bentuk konvensional pada umumnya adalah bentuk partisipasi politik yang normal. Sedangkan bentuk non-konvensional terdiri dari, pengajuan petisi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap harta-benda, tindakan kekerasan politik terhadap manusia, dan perang gerilya atau revolusi. Selanjutnya adalah mengenai kelompok kepentingan, dimana kelompok kepentingan mempunyai kedudukan posisi penting dimana kelompok kepentingan adalah sebagai sarana untuk menyampaikan atau memperkuat penyampaian tuntutan-tuntutan kepentingan anggota masyarakat terhadap sistem politik. Dalam hal ini, Almond menjelaskan ada beberapa jenis kelompok kepentingan, yaitu anomik, non-asosiasional, asosiasional, dan institusional. Makna dari perbedaan sistem kepartaian adalah ciri utama dari partai politik yang membedakan dengan kelompok kepeningan adalah dimana tujuannya mengarah pada suatu jabatan publik.
            Dalam teori yang disampaikan oleh Prof. D. Putnam bahwa dia membagi masyarakat menjadi enam lapisan, yaitu kelompok pembuat keputusan, kaum berpenggaruh, aktivis, publik peminat politik, kaum pemilih, dan kaum non-partisipan. Dari hal tersebut Putnam menyatakan bahwa pada dasarnya bahwa adanya stratifikasi politik seperti halnya dalam stratifikasi sosial. selanjutnya, Putnam menunjukkan adanya tiga cara untuk mengetahui yang berpengaruh besar atau berkuasa dalam suatu masyarakat politik, yaitu dengan menggunakan analisa posisi, analisa reputasi, dan analisa keputusan. Sedangkan menurut Mas’oed menyatakan bahwa titik pusat perhatian analisis sistem politik adalah proses bagaimana input diubah menjadi output, atau proses konversi. Namun dalam hal ini kenyataannya birokrasi bukan hanya menjalankan sebuah kebijaksanaan yang dibuat di tempat lain, akan tetapi lebih sering birokrasi menjalankan kebijaksanaan yang sebagian besar dibuatnya sendiri.
            Hal lain disampaikan oleh David Easton, dimana dia mengembangkan analisa tenteng sistem poitik, yaitu analisa sistem. Dalam analisa sistem tersebut dipandang bahwa sistem politik mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungannya. Dan dari hal tersebut sistem politik dan lingkungannya dihubungkan dengan hubungan input-output dikarenakan sistem politik tersebut dipandang sebagai sebuah konversi atau perubahan, yaitu merubah input menjadi output. Dalam hal ini terdapat dua jenis input, yaitu berupa tuntutan dan dukungan. Selanjutnya adalah analisis struktural-fungsional yang dikembangkan oleh Almond. Menurut Almond, sebuah sistem politik bersifat komprehensif, saling tergantung, dan memiliki perbatasan. Dalam hal ini, Almond mengusulkan bahwa dalam setiap masyarakat pasti ada fungsi-fungsi yang harus dijalankan demi kelangsungan hidup masyarakat itu. Dan apabila tanpa fungsi-fungsi tersebut, masyarakat tidak akan bisa mempertahankan kelangsungannya.
            Setelah dijelaskan beberapa teori tentang sistem politik beserta perbandingan sistem politik, selanjutnya terdapat sebuah studi kasus dimana membandingkan beberapa sistem politik di berbagai negara. Negara-negara tersebut antara lain:
1.)    Brazil
Brazil merupakan sebuah negara yang terletak di Benua Amerika, tepatnya terletak di wilayah selatan. Dalam segi pemerintahan, Brazil merupakan salah satu negara Dunia Ketiga dimana bahwa pemerintahan militer disana tidak semata-mata hanya memperhatikan masalah kemiliteran saja, tetapi juga memperhatikan masalah pembangunan ekonomi. Dimana Brazil sebagai sebuah negara yang besar, masalah-masalah yang dihadapi Brazil tentu juga besar. Dalam partisipasi politik, mereka yang berperan aktif dan berkuasa memerintah adalah berasal dari kaum militer dan para teknokrat yang mendukungnya. Pada lapisan kedua terdapat para pengelola perusahaan negara. Lapisan dibawahnya adalah para industrialis dan tuan tanah kaya dalam satu lapisan, dan dibawahnya lagi adalah kaum buruh, tani, dan penduduk miskin di kota. Sistem politik sangat diawasi dan dikendalikan secara ketat oleh kaum militer dengan tujuan agar kelompok oposisi tidak mempunyai kesempatan dalam hal meningkatkan kekuatannya.
2.)    Inggris
Dalam gambaran pada abad ke-20, negara-negara di Eropa memiliki sebuah gambaran umum dimana kekerasan serta revolusi adalah suatu hal yang terdapat dalam kehidupan politik di negara-negara besar di Eropa pada waktu itu. Akan tetapi, selama tiga abad yang lalu Inggris merupakan salah satu negara yang telah menyelesaikan perdebatan-perdebatan politik di dalam negara tersebut tanpa menggunakan kekerasan. Konstitusi di Inggris pada permulaan masa industrialisasi merupakan konstitusi campuran. Dimana pada saat itu kekuasaan dibagi menjadi dua, yaitu di antara raja dan parlemen dengan tujuan untuk menghindarkan adanya dominasi oleh salah satu pihak. Pada masa itu jabatan perdana menteri berperan sebagai perantara antara raja dengan parlemen. Hasilnya adalah pemerintahan yang terbatas akan tetapi sangat efektif.
3.)    Uni Sovyet
Di Uni Sovyet menganut sistem politik pertama yang menerapkan model pemerintahan di mana partai politik secara sadar mempergunakan negara atau birokrasi sebagai penggerak utama perubahan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Secara formal, Uni Sovyet diperintah oleh Soviet Tertinggi yang terdiri dari 1.500 utusan atau anggota. Perlemen Soviet Tertinggi memiliki banyak perangkat parlemen, termasuk di dalamnya komite-komite tetap. Pemerintah Uni Sovyet  menjalankan roda perekonomian dan hampir 90% memiliki kegiatan ekonomi tersebut, sisanya dimiliki oleh koperasi-koperasi yang ada di bawah kendali pemerintah.
4.)    China
Sistem politik di China berkembang sejak tahun 1949, dimana peranan partai komunis di China sangatlah besar dan memiliki hubungan sistem politik yang kuat antara mereka yang di puncak dengan yang di akar sistem politik. Dalam perkembangan politik di China, tak lepas dari beberapa revolusi panjang yang terjadi dari tahun 1911 sampai tahun 1949.
5.)    Jepang
Negara Jepang terkenal dengan tingkat perekonomian yang berkembang pesat. Dalam pembanguannya, mungkin saja terlambat dari negara-negara di Eropa, namun hal ini dapat di atasi dengan baik oleh Jepang. Di dalam sistem politik di Jepang diketahui awalnya adalah dengan bentuk kekaisaran, dimana kaisar sebagai sumber kekuasaan politik yang sah. Dalam pemerintahan Jepang dipimpin oleh Perdana Menteri beserta kabinetnya. Perdana Menteri di Jepang dipilih oleh Diet, yaitu merupakan sebuah Dewan Perwakilan Nasional sekaligus sebagai pusat kegiatan politik Jepang.
6.)    Malaysia
Di negara Malaysia mempunyai sistem politik yang relatif stabil serta didukung oleh keberhasilan negara tersebut dalam membangun perekonomian. Dalam pemerintahannya, Malaysia memiliki 11 negara bagian yang dikepalai oleh seorang sultan yang semuanya melalui sebuah pemilu. Masing-masing negara bagian memiliki Majelis Negara Bagian yang dipimpin oleh Menteri Besar dengan dibantu oleh Dewan Eksekutif yang ditunjuk oleh Sultan. Sedangkan di pemerintahan federal yang terletak di Kuala Lumpur, seorang Raja Konstitusional (Yang di Pertuan Agong), dipilih untuk periode lima tahun dalam Majelis Raja-Raja.
Selenjutnya adalah pembahasan mengenai pemilihan umum dan prospek pertumbuhan demokrasi pancasila, dimana disini dijelaskan bahwa sistem politik yang seimbang tercermin dalam sistem politik yang ideal yang disebut sebagai Demokrasi pancasila, tentu sistem ini di anut oleh Indonesia. Dari ini lah muncul sebuah masalah utama dalam pembangunan politik di Indonesia, yaitu bagaimana merubah kebudayaan politik sehingga bisa mengisi kerangka sistem ideal tersebut.. Selain itu juga, disini juga terdapat tiga model pembuatan kebijaksanaan di Indonesia hasil dari pengamatan gaya-gaya pembuatan kebijaksanaan yang mungkin masih harus dibuktikan kebenarannya.

Daftar Pustaka
Mas’oed, Mochtar dan Colin MacAndrews. 1993. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

1 comment: